“Long ago, just like the hearse, you die to get in again, we are so far from you…” Vokalis band berbisik ke mikrofon, sebelum gebukan drum dan musik cadas mengawali pentas seni yang digelar SMAN 4 pada malam itu.
Lapangan basket SMA itu disulap menjadi sebuah venue konser, lengkap dengan panggung megah dan dekorasi. Sesuai dengan tema Back To 2000’s yang diusungnya, band sekolah membawakan lagu berjudul Helena dari My Chemical Romance sebagai pembuka pentas seni tersebut. Para penonton bergoyang dan bersorak mengikuti nyanyian sang vokalis. Beberapa penonton mengabadikan penampilan band sekolah itu dengan ponselnya.
Di barisan terdepan kerumunan, seorang perempuan berambut hitam sebahu berjingkrak-jingrak sambil menyanyikan lirik lagu, mengikuti ritme musik. Tanpa sengaja, perempuan itu menginjak sepatu seorang penonton di belakangnya. Terdengar suara mengaduh.
“Maaf!” Perempuan itu berbalik. Di hadapannya, seorang laki-laki berambut merah menyala mendengus kesal. Namun, raut muka lelaki itu berubah setelah ia menatap perempuan yang menginjak sepatunya.
Eye shadow dan eyeliner hitam mewarnai kelopak mata perempuan itu, sementara gincu berwarna dusty peach menyapu permukaan bibirnya. Dengan jaket kulit hitam, kaus oblong hitam, dan rok merah bermotif kotak-kotak hitam, penampilannya sesuai dengan kode busana emo yang ditetapkan pentas tersebut. Kontras dengan lelaki itu, yang hanya mengecat rambutnya agar berpenampilan menarik. Selebihnya, dia hanya mengandalkan seragam putih abu-abu.
“Wow! Kalau gue yang pakai eye shadow, pasti hasilnya udah kayak rakun.”
Perempuan itu tak dapat menahan tawanya. “Rakun doang bisa bikin ngakak, selera humor gue kok jadi begini amat… you don’t look so bad, though.” Ia tersenyum simpul. “Lo suka MCR?”
“Suka, dong,” laki-laki itu menunjukkan gelang bertuliskan My Chemical Romance di pergelangan tangannya. “Sayang mereka udah bubar sebelum gue sempet lihat mereka manggung. Oh iya, nama lo siapa?”
“Helena. Yap, sama kayak judul lagu yang lagi dimainin.”
“Seriusan? Mungkin lo emang ditakdirin jadi fans MCR!” sahut laki-laki itu mengalahkan keriuhan penonton. “Gue Angga, by the way.”
“Kurang satu huruf dari Rangga AADC, dong,” Helena mengalihkan pandangannya ke arah panggung. Terlihat vokalis sedang berlari untuk mengambil botol air mineral, sementara anggota band lainnya tetap memainkan instrumen masing-masing.
“Mau keluar dari sini, gak?” sahut Angga.
“Apaaa?”
Angga mendekati Helena agar suaranya lebih terdengar. “Mau keluar, gak? Telinga gue sakit kalo kelamaan berdiri dekat speaker!”
Helena menatap lelaki yang lebih tinggi 20 sentimeter darinya itu. “Kalau lo mau berduaan, bilang aja dari tadi!”
Angga tertawa. “Oke, oke, you got me. Gudang bawah tangga, gimana?”
Helena tertegun sejenak, tangannya menyentuh dagu. “Boleh, semoga aja pintunya gak kekunci.”
“Lebih bagus lagi, semoga kuncinya ketinggalan di pintu.”
Ketika vokalis menyanyikan bagian chorus, Angga menyeret Helena keluar dari barisan kerumunan. Setelah bebas dari kerumunan, keduanya berlari menuju gudang di bawah tangga yang dimaksud.
Sesampainya di sana, rupanya permohonan Angga terkabul. Petugas kebersihan lupa untuk mencabut kunci dari lubangnya di pintu gudang.
Seulas senyum merekah di bibir Angga. “Kita beruntung hari ini,” dia memutar kunci, lalu membuka pintu gudang dan melangkah mundur. “Perempuan duluan.”
#Challenge30HariSAPE_Hari9