words. feelings. random stuff.

Month: September 2016

Clickbaiting, Bentuk Terkini dari Jurnalisme Kuning

MIRIS SEKALI KEJADIAN YANG DIALAMI ANAK INI!!! WAJIB BACA, MOHON DISHARE!!!

Jika Anda rutin menggunakan media sosial, Anda pasti sering menemukan broadcast pesan seperti yang tertera di atas. Ilustrasi pesan tersebut merupakan contoh clickbaiting, salah satu bentuk terkini dari jurnalisme kuning (yellow journalism).  Apa itu clickbaiting? Apa itu jurnalisme kuning dan seperti apakah korelasi antara kedua bentuk jurnalisme ini?

Facebook mengartikan umpan klik (clickbaiting) sebagai, “Ketika penulis membagikan link dengan judul yang mendorong orang untuk mengkliknya guna melihat lebih lanjut, tanpa memberitahu banyak informasi tentang apa yang akan mereka lihat.” Jika sebuah artikel di media sosial memiliki judul yang terkesan hiperbola namun kontennya biasa saja, maka dapat dipastikan penulis artikel itu menggunakan teknik umpan klik. Umpan klik bertujuan untuk menarik perhatian pembaca agar mau mengklik artikelnya, sehingga secara langsung meningkatkan jumlah pengunjung artikel (views) dan pemasukan dari iklan yang bermunculan di halaman web tersebut.

Umpan klik banyak bertebaran di media sosial. Media sosial Tumblr sempat dihebohkan dengan munculnya spam berupa link yang memiliki judul bombastis disertai foto-foto NSFW (not safe for work) seperti adegan sadis, pornografi, dan sebagainya. Alih-alih menarik perhatian, keberadaan spam ini justru mengakibatkan sejumlah pengguna Tumblr merasa terganggu dan memutuskan untuk menutup akunnya. Sementara itu, di media sosial Whatsapp dan LINE, pengguna seringkali mendapatkan broadcast pesan yang intimidatif dan membuat geger pembacanya, seperti “fakta” pseudosains yang mengimbau pengguna untuk tidak melakukan sesuatu, berita hoax yang tidak jelas sumbernya, dan berita kematian seseorang yang terkesan dilebih-lebihkan. Sebagian besar broadcast pesan tersebut diawali dengan kalimat pembuka yang wow seperti ilustrasi di awal tulisan ini. Tujuannya, tentu saja, untuk menarik perhatian pembaca agar mau menyisihkan waktunya untuk membaca dan meneruskan broadcast pesan itu.

Selain di media sosial, umpan klik dapat ditemukan di situs-situs pewarta berita yang kredibilitasnya masih diragukan. Sebagai contoh, perhatikan headline berita yang terdapat pada LINE Today. News feed yang diperkenalkan LINE pada 2016 ini menyuguhkan artikel dari berbagai situs pewarta berita. Melalui fitur ini, pengguna LINE dapat mengakses, membagikan, dan mengomentari berita terkini di linimasanya. Yang menjadi masalah, tidak semua situs ini dapat dipercaya sebagai sumber berita yang aktual. LINE Today tidak jarang menampilkan artikel dari blog dan tabloid online, media elektronik yang kerap kali menggunakan umpan klik dalam artikelnya. Konsekuensinya, artikel yang ditampilkan seringkali menjadi viral di kalangan pengguna LINE bukan karena topiknya, tapi karena kualitas beritanya yang kurang berfaedah dan mudah jadi bahan tertawaan.

Umpan klik dapat dikatakan sebagai bentuk terkini dari jurnalisme kuning. Menurut Nurudin dalam bukunya, Jurnalisme Masa Kini, jurnalisme kuning adalah jenis jurnalisme dengan judul-judul berita yang bombastis, tetapi isi beritanya tidak substansial. Terminologi ini mulai digunakan di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19, tepatnya ketika terjadi “perang surat kabar” antara William Randolph Hearst dan Joseph Pulitzer II. Kedua jurnalis ini menggunakan berbagai teknik dalam usaha memperebutkan perhatian publik terhadap beritanya, salah satunya dengan memasang judul sensasional dan ilustrasi dalam bentuk kartun. Teknik pemberitaan inilah yang kemudian dikenal sebagai jurnalisme kuning. Dalam jurnalisme kuning, akurasi dan kebenaran informasi bukanlah prioritas utama. Jurnalisme ini pun dikenal sebagai jurnalisme pemburukan makna. Tujuan dari jurnalisme kuning memang bukan untuk memberikan informasi, melainkan untuk menarik perhatian publik agar mau membaca dan membeli sebuah surat kabar. Berkat larisnya penjualan surat kabar akibat popularitas suatu berita, media cetak ini dapat meraup keuntungan yang lebih besar.

Meskipun berakar dari jurnalisme kuning, umpan klik dan jurnalisme kuning memiliki perbedaan. Perbedaan umpan klik dengan jurnalisme kuning terdapat pada media yang digunakan. Terminologi “jurnalisme kuning” mengacu pada teknik pemberitaan pada media konvensional/cetak seperti majalah, tabloid, dan koran. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, muncul jenis media baru yang dikenal sebagai media elektronik. Istilah “jurnalisme kuning”, yang telah menjadi identik dengan media cetak, kurang pas bila digunakan untuk mendeskripsikan fenomena spamming dan broadcast pesan yang terjadi di media sosial. Maka dari itu, istilah kekinian “umpan klik” lebih cocok digunakan untuk mendeskripsikan teknik pemberitaan yang mirip dengan jurnalisme kuning dalam media elektronik.

Umpan klik terbukti mampu mendatangkan lebih banyak pengunjung ke sebuah situs web. Namun, media yang hanya mengandalkan umpan klik tidak mungkin berhasil membangun kepercayaan publik terhadapnya. Sebab, seperti namanya, umpan klik hanya berfungsi sebagai umpan bagi pembaca, bukan untuk menginformasikan. Artikel yang menggunakan umpan klik umumnya tidak memiliki nilai jurnalistik yang baik, sehingga artikel yang menggunakan umpan klik tidak dapat dijadikan sumber berita yang kredibel.

Referensi:

Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers.

O’Donovan, C. (2014, August 25). What is clickbait? >> Nieman Journalism Lab. Dipetik 22 September 2016, dari Nieman Lab: http://www.niemanlab.org/2014/08/what-is-clickbait/

Tea, R. (2016, Mei). Media Penganut Jurnalisme Umpan Klik (Clickbait) Ditinggalkan Pembaca. Dipetik 22 September 2016, dari Romeltea Media: http://www.romelteamedia.com/2016/05/media-penganut-jurnalisme-umpan-klik.html

Vance, J. (2004). The “Yellow Fever” of Journalism. Dipetik 23 September 2016, dari A Brief History of Newspapers in America: http://iml.jou.ufl.edu/projects/spring04/vance/yellowjournalism.html

Sumber gambar: memegenerator.net, tumblr.com, dan dokumentasi penulis

Instagram Group: A Not-So-Unexpected Journey

Journey is when the trip is more important than the destination. – lifeundersun on tumblr

 

Rabu, 7 September 2016.

Pagi itu, para Instagrammers berkumpul di selasar barat Fisipol UGM. Selasar barat pun jadi tambah ramai dengan tibanya anggota kelompok Instagram bersama kakak tingkat (kating) yang jadi partnernya selama bertugas- eh, berjalan-jalan maksudnya. Yap, kelompok ini berencana untuk membuat dokumentasi perjalanan dalam bentuk vlog guna memenuhi tugas yang diberikan panitia COMPARE. Kelompok Instagram yang anggotanya 9 orang jadi berlipat ganda ditambah 2 setelah rombongan kating muncul. Kurang lebih seperti study trip rasa maba… atau double date untuk mereka yang berhasil melobi kating yang berlainan jenis. Lol.

Setelah menjalani briefing-dan nunggu yang ngaret-selama 1 jam, Instagrammers beserta partnernya masing-masing berangkat ke destinasi jalan-jalan yang sudah ditetapkan, yaitu Jalan Malioboro dengan meeting point di parkiran Abu Bakar. Tempat parkir yang berdekatan dengan Stasiun Tugu Yogyakarta ini dipilih karena letaknya yang strategis dan cukup memadai untuk menjadi latar belakang vlog kelompok Instagram.

Dalam perjalanan ini, selain kaum mayoritas yang berangkat ke lokasi dengan motor, ada juga kaum minoritas yang mengandalkan keikhlasan dan ketulusan hati teman pemilik mobil. Kebetulan aku termasuk kaum minoritas, jadi di mobil aku mengobrol dengan teman-teman dan kating mengenai bermacam-macam topik, dari konsentrasi dalam jurusan ilmu komunikasi sampai kasus kopi sianida yang semakin tidak jelas penyelesaiannya.

Pada pukul 08.45 WIB, Instagrammers and our partners sampai di meeting point. Setelah semua anggota berkumpul-baik kaum mayoritas maupun minoritas-perjalanan menyusuri Jalan Malioboro pun dimulai. Di kiri dan kanan rombongan ini, para pedagang kaki lima bersiap-siap membuka kiosnya. Karena masih pagi, belum banyak pedagang yang berjualan. Sambil berjalan bersama, aku mengobrol bersama kating mengenai aktivitas sehari-hari selama jadi mahasiswa, dosen yang berkesan di hatinya, dan ketakutannya terhadap salah satu dosen sampai ia tidak berani terlambat masuk kelas. Aku juga mohon maaf telah menginterupsi agenda hariannya yang padat merayap.

Setelah berjalan sepanjang setengah kilometer, Instagrammers bersama para kating berhenti di Malioboro Mall, tepatnya di McDonalds. Mall-nya sendiri belum buka, tapi McD sudah bisa melayani pelanggan untuk keperluan sarapan. Kebetulan di antara rombongan ini banyak yang belum sarapan, jadi… momennya pas untuk makan bersama. Instagrammers memesan menu yang bermacam-macam, dari nasi ayam crispy sampai es krim cone. Aku pesan es Milo dan makanan yang aku lupa namanya apa, yang jelas isinya nasi, sosis, dan saus tomat, serta dibungkus pakai telur dadar. Kurang lebih seperti dadar gulung ala bule.

Di tengah ruang makan McDonalds, Instagrammers makan-makan sambil sharing dengan para kating. Bukan hanya sharing makanan, melainkan sharing pengalaman yang seru, kocak, memalukan dan lain-lain selama menjadi mahasiswa. Instagrammers juga bisa menambah wawasan mengenai konsentrasi yang diminati di jurusan ilmu komunikasi, karena di kelompok ini terdapat kating dari keempat konsentrasi yang ada. Dengan melakukan kegiatan ini, secara tidak langsung Instagrammers ikut membangun ikatan persahabatan yang erat dengan para sesepuhnya… eh, maksudku seniornya.

Singkat cerita, perjalanan ini berakhir dengan jalan kembali ke parkiran Abu Bakar, take video perkenalan anggota, dan foto bersama. Setelah semua rangkaian acara selesai, Instagrammers dan para kating meninggalkan lokasi untuk kembali ke rutinitas masing-masing.

© 2024 s y n t h e s i s

Theme by Anders NorenUp ↑